Pelibatan TNI Atasi Terorisme Dinilai Ancam HAM dan Demokrasi
JAKARTA – Rencana pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme dikritik, karena dianggap bertentangan dengan Undang-undang yang ada, salah satunya adalah UU No.34 Tahhun 2004 tentang TNI.
Saat ini peraturan presiden (perpres) tentang keterlibatan TNI dalam penanganan teroris itu sedang disusun drafnya.
“Dalam draft perpres pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme, Pasal 8 ayat 1 disebutkan dalam penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 huruf b dilaksanakan dengan menggunakan kekuatan TNI,” ujar Direktur Imparsial Al Araf dalam webinar ‘Menguji Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme: Ancaman atau Perlindungan’ yang digelar di Jakarta, Kamis (8/10/2020).
Sementara penggunaan kekuatan TNI, lanjut Al Araf, sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilaksanakan oleh Panglima TNI berdasarkan perintah Presiden RI.
Adapun dalam penjelasan Pasal 5 UU No 34 Tahun 2004, lanjutnya, dijelaskan yang dimaksud dengan kebijakan dan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama DPR yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan DPR.
Seperti rapat konsultasi dan rapat kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Jadi prinsip pelibatan militer yakni pertama harus ada dasar kebijakan politik negara sesuai Pasal 7 ayat 2 dan ayat 3 UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI,” jelasnya.
Kedua, lanjut Al Araf, pelibatan militer dimungkinkan saat menghadapi ancaman nyata yang tidak dapat diselesaikan melalui sistem penegakkan hukum dan eskalasi ancaman tinggi, yang terjadi secara sistematis dan meluas yang mengancam kedaulatan negara.
Ketiga, kata dia pelibatan militer dalam penanganan terorisme adalah pilihan terakhir.
“Keempat, pelibatan militer bersifat proporsional dan dalam jangka waktu tertentu atau sementara. Kelima, akuntabilitas dalam sistem peradilan.
Keenam, pengaturannya tidak boleh bertentangan dengan UU lain,” jelasnya.
Sehingga, Imparsial menyimpulkan draft perpres pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme masih memuat banyak pasal-pasal bermasalah, yang bertentangan dengan beberapa UU.
Antara lain UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Draft perpres tersebut, dinilai juga banyak memuat pasal-pasal bermasalah yang dapat mengancam kehidupan demokrasi dan HAM.
Jika disahkan oleh pemerintah dengan rumusan seperti saat ini, menurutnya akan terjadi kemunduran bagi proses reformasi sektor keamanan dan kehidupan demokrasi.
Juga menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar kelembagaan negara yakni antara TNI dengan BIN, Polri, dan BNPT sendiri.
“DPR sebaiknya memberikan pertimbangan kepada pemerintah untuk memperbaiki kembali secara menyeluruh draft perpres pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme,” tandasnya.(tri)
Sumber: Poskota.co.id edisi 9 Oktober 2020