Prof Kikiek Sebut Kiki Syahnakri Bicara Ngawur tentang “Democratic Policing”

0

Prof (Ris) Hermawan “Kikiek” Sulistyo menyesalkan pidato Ketua PPAD (Persatuan Purnawiratan Angkatan Darat), Letjen TNI (Pur) Kiki Syahnakri. Pidato di forum PPAD, yang dihadiri Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan Tiga Kepala Staf TNI itu dinilai ngawur saat menyinggung tentang buku “Democratic Policing”.

“Materi tentang substansi peran dan fungsi TNI, saya nilai normatif dan bagus. Tetapi ketika menyinggung tentang buku Democratic Policing yang dia sebut buku ngawur dan berbahaya, saya berpendapat justru dia yang ngawur. Apalagi dia dalam pidato itu mengakui, sudah membaca meski hanya scanning. Bagaimana mungkin belum membaca isi buku secara utuh sudah berani menuding isi buku itu sebagai ngawur dan berbahaya?” ujar Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional (Puskamnas) Ubhara Jaya, Prof  Kikiek, yang merupakan salah satu penulis buku itu bersama Jenderal (Pol) H. Muhammad Tito Karnavian.

Lebih lanjut Kikiek menilai, Kiki Syahnakri yang mantan Wakasad itu adalah perwira tinggai TNI-AD yang cerdas dan berwawasan luas. Karenanya, ia heran ketika dalam forum PPAD tiba-tiba mengkritik keras kebijakan Kapolri Jenderal (Pol) M. Tito Karnavian yang dituding menulis buku ngawur dan membahayakan serta melemahkan institusi TNI.

“Bahkan, buku itu sama sekali tidak menyebut-nyebut soal TNI. Sangat ketahuan Kiki Syahnakri belum baca buku itu. Tanpa sadar justru statemen dia yang ngawur dan membahayakan. Bisa memecah-belah TNI dan Polri, dan memecah belah bangsa pada umumnya. Saya harap Menteri Pertahanan dan Panglima TNI menyikapi hal itu,” tandas Hermawan Sulityo.

Transkrip Pidato Kiki Syahnakri

Berikut kurang-lebih, transkrip cuplikan pidato Kiki Syahnakri di acara PPAD yang dimaksud:

…………

Ketika saya mendapatkan berita bahwa saya harus mengisi acara ini, maka kemarin saya mengumpulkan para pengurus inti PPAD untuk merumuskan apa yang harus saya sampaikan. Maka yang akan saya sampaikan ini merupakan message, pesan dari para purnawirawan yang ada di PPAD.

Sebagai negara merdeka kita memiliki suatu tujuan nasional sebagai mana tercantum dalam alinea kedua pembukaan UUD 45, bangsa merdeka bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Untuk mencapainya diperlukan suatu sistem pemerintahan negara dan yang mengupayakan secara terpadu untuk mencapai tuuan nasional tersebut. Dalam sistem pemerintahan negara ini, maka diatur fungsi-fungsi dari lembaga-lembaga yang termaksud di dalamnya, yang merupakan bagian dari sistem negara, antara lain eksekutif, legislatif, yudikatif……

Dalam sistem demokrasi, maka penyelenggaraan sistem pemerintahan ini, harus ada check and balances. Apabila satu institusi keluar atau masuk ke wilayah atau fungsi institusi lain, maka akan merusak check and balances ini. Tidak akan terjadi check and balancses, malah yang terjadi distorsi.

Dalam koteks ini, baru-baru ini terbit buku Democratic Policing. Buku ini ngawur, berbahaya bagi penyelenggaraan negara tadi. Karena isi buku ini, saya sudah baca walau scanning, isi buki ini membawa institusi superbody masuk ke fungsi-fungsi yang harusnya diemban institusi lain.

…… Democratic Policing mengecilkan arti keamanan nasional, arti Kamnas, karena hanya melihat Kamnas dari persepektif HAM. Dalam konteks ini, PPAD sudah pernah pada tahun 2013 menerbitkan tiga buku, yaitu suatu ptalform penyelenggaraan negara berdasarkan Pancasila.

Dalam platform ini antara lain disarankan agar Polri berada di bawah kemendagri. Dalam sistem demokrasi di negara mana pun, tidak ada Polri di bawah presiden.

………

 

Menanggapi pidato tersebut, Prof Hermawan Sulistyo mengimbau semua pihak agar berpikir jernih, dan merujuk pada NKRI yang aman, adil, dan sejahtera, seperti misi penerbitan buku Democratic Policing. Buku terbitan Pensil -324 tahun 2018 itu, adalah hasil kolaborasi M. Tito Karnavian dan Hermawan Sulistyo yang kedua, setelah buku pertama berjudul Polri Dalam Arsitektur Negara (2016).

Buku setebal 494 halaman itu, merupakan upaya pencerahan bagi seluruh anggota Polri, mengingat sejak menjadi institusi dengan status sipil, Polri harus menjalankan tugas sebagai pengawal, bahkan pendorong, proses-proses demokratisasi. Sebuah tugas yang tidak ringan, terutama karena konstelasi dicourses di ruang publik masih berlangsung dengan ketat.

Bagi para stakeholders kepolisian –khususnya stakeholders Polri—buku ini diharapkan menjadi pencerah mengenai peran dan praksis policing dalam proses demokratisasi yang telah, sedang, dan masih akan berlangsung di Indonesia.

“Sekali lagi, menjadi sangat aneh dan mengherankan ketika seorang purnawiraan jenderal bintang tiga menuding buku ini ngawur dan membahayakan. Apa dia tidak sadar implikasi dari ucapannya,” gugat Hermawan Sulistyo. (Jayakartanews.com/roso daras)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *