Kampanye “Saya Tidak Takut Teroris”, Sudah Tidak Tepat

0

KAMPENYAsaya tidak takut teroris” dinilai sudah tidak efektif lagi digunakan untuk melawan terorisme generasi saat ini. Masalahnya terorisme generasi saat ini memang bukan bertujuan untuk teror namun lebih kepada mencari “surga” yang mereka percayai.

Hal ini diungkapkan Peneliti Senior bidang kajian Kamnas, Puslit Politik LIPI Hermawan Sulistyo saat diskusi di gedung LIPI, Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Pria yang akrab disapa Kikiek itu menjelaskan jika saat ini yang dihadapi oleh Densus 88 bukanlah teroris yang bertujuan memperjuangkan Islam. Saat ini, jelas Kikiek, Densus 88 berhadapan dengan orang yang memang bertujuan untuk mati.

Kikiek mengatakan, teroris yang bertujuan untuk mati itu memang mencari “surga” yang mereka percayai. Dimana jalan menuju surga tersebut ialah dengan cara mereka memerangi thogut.

“Lalu saya berkesimpulan ini generasi ketiga teroris yang tujuannya bukan perjuangkan Islam sebagai agama, tapi tujuannya jalan pintas menuju surga,” jelasnya.

Ciri-ciri ini, kata Kikiek, bisa dilihat dari para pelaku teroris yang membawa serta identitas mereka ketika melakukan aksi teror. Bahkan membawa Kartu Keluarga (KK) saat lakukan aksi peledakan bom bunuh diri. Fenomena ini, jelas Kikiek, menunjukkan jika mereka memang tidak berniat untuk melakukan aksi teror di kemudian hari, namun memang berniat untuk mati.

“Polisi dan sebagainya hanya digunakan sebagai instrumen pencapaian surga,” ungkapnya.

Kikiek mengatakan, jika memang untuk membuat teror maka seharusnya mereka bisa menaruh bom-bom tersebut di tempat strategis tanpa mereka ikut meledakkan diri. Namun nyatanya, mereka hanya meledakkan bom di pintu gerbang gereja dan gerbang Markas Polres dengan membawa serta keluarga mereka.

Bahkan, ungkap Kikiek, salah seorang pelaku tidak ada rasa takutnya saat ditangkap oleh pihak Kepolisian. Orang-orang itu malah menantang untuk ditembak.

“Jadi ini makna publiknya bagi saya kampanye ‘kami tidak takut teroris’ tidak tepat lagi. Itu kalau teroris jaman dulu yang mau tetap hidup untuk meneror lagi. Ini enggak, memang satu kali teror langsung mati,” ungkap penulis buku “Intercourse with Tragedy” itu. (DS/yi) ***

 

Sumberinfonawacita.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *