Hermawan: Badrodin Ragu Terima Perpanjangan Jabatan Kapolri
PENGAMATÂ kepolisian Profesor Hermawan Sulistyo mengatakan Jenderal Polisi Badrodin Haiti ragu bersedia diperpanjang jabatannya sebagai kapolri karena khawatir karir yang dirintisnya hancur.
Menurut Hermawan jika perpanjangan masa jabatan Badrodin berujung tidak baik, maka karir cemerlang yang dirintis Badrodin Haiti selama 35 tahun akan hancur.
“Saya pernah bicara dengan Badrodin. Dia bilang `mas aku ini sudah di ujung pengabdian. Karir ku bagus tanpa cela, aku diminta pimpin Polri satu setengah tahun di titik yang sangat kritis dan berhasil. Kalau ditambah setahun ada jaminan tidak aku turunnya enak?`,” ujar Hermawan dalam diskusi bertajuk “Mencari Sosok Kapolri: Senayan vs Istana” yang diselenggarakan lembaga kajian PARA Syndicate di Jakarta, hari Jumat (10/6).
“Dia bisa dirugikan secara pribadi. Jadi pak Badrodin ragu dan dia menolak sebetulnya,” kata Kepala Puskamnas Ubhara Jaya ini.
Pada kesempatan itu Hermawan kemudian menyarankan kepada Badrodin untuk bertanya kepada presiden apakah perpanjangan masa jabatan itu adalah tawaran atau perintah.
“Kalau tawaran ya tolak. Kalau perintah, ya tidak bisa kapolri menolak perintah presiden,” kata Hermawan.
Berkaitan dengan wacana perpanjangan masa jabatan Badrodin, Hermawan menyebut bahwa tidak ada satu pun aturan yang mengharuskan seorang Kapolri mengundurkan diri atau pensiun kala masa jabatannya habis.
Sehingga jika presiden tidak mengambil keputusan, maka Badrodin tetap harus menjalankan tugasnya sebagai kapolri.
“Tidak ada satu pun aturan apolri harus berhenti kalau masa dinas selesai. Aturan yang ada adalah calon Kapolri harus perwira aktif. Jadi kalau didiamkan saja ya tidak apa-apa,” jelas dia.
Sedangkan untuk calon lain yang disebut-sebut diusulkan oleh Kompolnas kepada presiden, Hermawan mengungkapkan masing-masing memiliki kendala tersendiri antara lain:
Untuk Budi Gunawan, menurut Hermawan di atas kertas masih memiliki tiket sebagai Kapolri, karena memenuhi seluruh persyaratan sebagai kapolri.
“Tapi masalahnya akan menimbulkan kegaduhan lagi atau tidak. Apakah pembantu terdekat presiden mau menerima Budi Gunawan sebagai Kapolri,” ujar Hermawan.
Kemudian Komjen Syafrudin, menurut pengamatan Hermawan yang bersangkutan secara terbuka berulang kali menyampaikam dirinya tidak mau menjadi Kapolri.
Komjen Putut Eko Bayuseno memiliki kesulitan secara politis karena merupakan mantan ajudan Susilo Bambang Yudhoyono, dan Yudhoyono saat ini tidak lagi berada di arena utama politik.
Komjen Budi Waseso tidak pernah menjabat sebagai Kapolda bintang dua. Sedangkan dalam aturan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri, seorang Kapolri harus pernah menjabat Kapolda bintang dua.
Komjen Noer Ali, tidak masuk hitungan karena mendekati masa pensiun.
Komjen Dwi priyatno satu angkatan dengan Kapolri Badrodin Haiti, dan tidak ada cerita Kapolri digantikan angkatan yang sama.
Komjen Anang Iskandar menurut Hermawan tidak memungkinkan karena alasan usia.
Komjen Tito Karnavian berbeda lima angkatan dengan Badrodin sehingga dinilai terlampau jauh.
Dan terakhir Komjen Suhardi Alius disebut Hermawan menyatakan sudah nyaman dengan posisinya saat ini sebagai Sekretaris Utama Lemhannas.
“Jadi sepertinya hanya pak Jokowi dan Tuhan yang tahu siapa Kapolri selanjutnya. Bagi saya calon Kapolri tidak penting, yang penting dia tahu problem Polri di masa kepemimpinannya,” jelas Hermawan.
Hermawan mengatakan masalah Polri adalah masalah kebutuhan sumber daya manusia sehingga menciptakan rasio yang signifikan dengan total jumlah penduduk di Indonesia.
Selain itu juga masalah ketersediaan dana operasional di luar gaji. Sehingga Polri dapat bekerja dengan integritas.
“Sekarang ini Polri seperti ayam kampung, hanya diberi gaji tanpa operasional, akibatnya mereka mencari makan sendiri,” kata Hermawan.***
Sumber: Antara, edisi 10 Juni 2016